Selasa, 30 November 2010

Ramuan Madura

Masih di sekitar keraton, terdapat museum. Museum ini terbagi menjadi tiga bagian, satu di luar keraton dan dua lainnya berada di dalam kompleks keraton. Bagian pertama yang hanya dipisahkan jalan umum selebar 15 meter dengan keraton, terdapat koleksi kereta kencana Kerajaan Sumenep serta kereta pemberian Ratu Inggris pada zaman Raja Sultan Abdurrahman Pakunataningrat. Raja Sultan Abdurrahman yang merupakan putra dari Panembahan Sumolo, selain sastrawan, juga dikenal karena kemampuannya menguasai bahasa, di antaranya Inggris, Belanda, Arab, Sansekerta, dan Jawa Kuno.
Bagian kedua dan ketiga, terdapat di dalam kompleks keraton. Di bagian ini, terdapat koleksi alat-alat upacara mitoni, acara tujuh bulan kehamilan keluarga raja, senjata-senjata kuno seperti keris, clurit, pistol, pedang, bahkan semacam samurai dan baju besi untuk perang. Yang menarik, pada bagian yang menyimpan tentang alat-alat meracik jamu ramuan Madura, pengunjung museum juga bisa membeli jamu ramuan Madura kepada pemanduyang menyertai pengunjung sejak berada di museum luar

Semua Tentang Sumenep

Gambaran umum orang Madura yang keras dan kasar, tidaklah seluruhnya benar. Bila Anda melakukan perjalanan ke ujung timur Pulau Madura, tepatnya di Kabupaten Sumenep, wajar jika tidak percaya kalau sedang berada di Pulau Madura.
Orang Sumenep terkenal sopan dan tutur katanya lembut. Gambaran orang Sumenep yang berbeda dengan gambaran orang luar terhadap masyarakat Madura pada umumnya ini, erat kaitannya dengan posisinya yang pernah menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan Madura pada zaman kerajaan pada abad XVIII sampai awal abad XX.Dari asal-usulnya, kaum ningrat Sumenep merupakan keturunan Jawa. Raden Tumenggung Kanduruan yang mulai memerintah Kerajaan Sumenep pada tahun 1599, adalah putra Raden Patah dari Kerajaan Demak. Sejak saat itu, Kerajaan Sumenep dipimpin oleh keturunan Raden Tumenggung Kanduruan hingga wafatnya Raja Sumenep yang terakhir pada tahun 1929, Raden Tumenggung Prabuwinoto.
Kalau boleh dibandingkan, Sumenep bagi orang Madura sama dengan Yogyakarta (Jogja) bagi Orang Jawa. Sumenep juga mempunyai sejumlah objek wisata yang serupa dan semenarik Jogja.
Andalan wisata sejarah Kabupaten Sumenep adalah Keraton Sumenep. Keraton ini selesai dibangun tahun 1762 pada zaman pemerintahan Panembahan Sumolo. Keraton yang terletak di belakang rumah dinas bupati saat ini, mempunyai arsitektur yang merupakan perpaduan antara arsitektur Islam, Cina, dan Eropa. Hal itu membuktikan bahwa Sumenep pada zaman itu merupakan kota dengan penduduk yang heterogen.
Berbeda dengan keraton-keraton yang ada di Jawa, seperti Kasultanan dan Pakualaman di Jogja, Kasunanan dan Mangkunegaran di Solo, atau Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon, Keraton Sumenep tidak lagi menjadi tempat tinggal raja atau keturunan raja.
Pendopo Agung Keraton Sumenep hanya dipakai sebagai tempat dilangsungkannya acara-acara kabupaten, seperti penyambutan tamu negara, serah terima jabatan kepala pemerintahan, serta acara kenegaraan lainnya.
Di sebelah kiri Pendopo Agung, terdapat Taman Sare, yaitu tempat pemandian putri dan istri-istri raja. Meski airnya sudah tidak jernih lagi, namun pemandian ini masih terlihat indah dan asri.
Taman Sare mempunyai tiga tangga, masing-masing mempunyai mata air. Ketiga tangga yang menuju kolam tersebut, dipercaya masyarakat Sumenep mempunyai kekuatan tersendiri.
Orang atau pengunjung yang mandi di tangga pertama, dipercaya akan awet mudah dan mudah mendapat jodoh. Bagi yang mandi di tangga kedua, diyakini pekerjaan atau usahanya akan sukses. Sebagai pelengkap, tangga ketiga diyakini akan menambah kekuatan iman seseorang.
Berdampingan dengan Taman Sare, hanya dibatasi tembok yang tingginya sekitar dua meter, terdapat Labang Mesem (pintu tersenyum). Dinamakan Labang Mesem karena di pintu bertingkat yang lebih menyerupai pos penjagaan ini merupakan tempat raja melihat permaisuri yang sedang mandi di Taman Sare. Karena senang dengan keindahan pemandangan yang ada di Taman Sare, Sang Raja tersenyum kegirangan.

Sabtu, 20 November 2010

Ilmuwan Eropa Temukan 32 Planet Baru


Ilmuwan Eropa Temukan 32 Planet Baru Astronom-astronom Eropa mengumumkan telah menemukan 32 planet baru yang mengorbit sejumlah bintang di luar sistem tata surya kita dan menyatakan, Senin, hasil temuan itu menunjukkan bahwa 40 persen atau lebih dari bintang seperti Matahari memiliki planet-planet semacam itu.

Planet-planet itu memiliki ukuran mulai dari sekitar lima kali Bumi hingga lima kali Yupiter, kata mereka.

Sejumlah planet lain juga telah ditemukan dan para astronom itu berjanji akan mengumumkan hal itu akhir tahun ini.

Penemuan terakhir itu membuat jumlah planet yang ditemukan di luar sistem tata surya kita menjadi sekitar 400, kata Stephane Udry, dari Observatorium Jenewa di Swiss.

"Alam sepertinya tidak kosong, jika ada ruang untuk planet maka akan ada planet di sana," kata Udry kepada wartawan dalam penjelasan Internet dari pertemuan astronom di Porto, Portugal.

"Lebih dari 40 persen bintang seperti Matahari memiliki planet-planet dengan massa rendah," tambahnya.

Tim astronom itu menggunakan spektrograf HARPS (Pencari Planet Kecepatan Cahaya Akurasi Tinggi) yang dipasang pada teleskop 3,6 meter Observatorium Selatan Eropa (ESO) di La Silla, Chile.

Spektrograf itu tidak menggambarkan planet-planet tersebut secara langsung namun ilmuwan bisa menghitung ukuran dan massanya dengan mendeteksi perubahan kecil pada getaran bintang yang ditimbulkan oleh tarikan gravitasi kecil planet.

Para astronom ingin menemukan planet-planet seperti Bumi karena ini merupakan tempat yang paling memungkinkan untuk menopang kehidupan.

HARPS telah menemukan 75 planet yang mengitari 30 bintang yang berbeda. Tim ESO tidak memberikan penjelasan terinci mengenai bintang-bintang apa yang diorbit oleh ke-32 planet baru itu.

Jumat, 12 November 2010

Asteroid kecil bisa disangka Serangan Nuklir

aAsteroid-asteroid kecil yang memasuki atmosfer Bumi namun tidak pernah sampai jatuh ke tanah, ternyata dapat saja mendatangkan dampak mematikan.

Sebab, asteroid-asteroid tersebut mungkin dikira ledakan nuklir oleh negara-negara yang peralatannya tidak mampu menunjukkan perbedaan antara suatu benda angkasa dan rudal musuh, kata para ilmuwan AS.

Satu peristiwa seperti itu terjadi pada 6 Juni lalu, ketika satelit-satelit AS memberikan peringatan dini yang mendeteksi suatu kilatan cahaya di atas Mediterania (kawasan Laut Tengah).

Kilatan itu mengindikasikan adanya pelepasan energi besar seperti anergi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, kata Brigadir Jenderal AD AS Simon Worden, di hadapan sidang DPR AS yang membahas isu ruang angkasa dan aeronautika, akhir pekan lalu.

Kilatan cahaya tersebut terjadi, ketika sebuah asteroid mungkin berdiameter 10 meter jatuh ke lapisan atmosfer Bumi, menghasilkan gelombang kejut yang akan mengguncang setiap kapal yang berlayar di kawasan tersebut dan mungkin menyebabkan kerusakan kecil, kata Worden.

Sedikit pemberitahuan diberikan mengenai peristiwa tersebut pada saat itu, tapi Worden mengatakan jika itu terjadi selama beberapa jam sebelumnya dan berlangsung di atas India dan Pakistan, akibatnya mungkin mengerikan.

''Menurut pengetahuan kami, tidak satu pun dari negara-negara itu memiliki sensor canggih yang dapat menentukan perbedaan antara objek dekat Bumi (NEO) alami, seperti asteroid, dan suatu ledakan nuklir,'' tambahnya.

619 Objek

''Kepanikan yang timbul di negara-negara bermusuhan yang masing-masing punya senjata nuklir bisa pecah dan menyulut perang nuklir yang kita hindari selama lebih dari separo abad,'' kata dia, pada sebuah komisi DPR yang menyidik risiko dari asteroid atau objek lain yang mungkin membentur Bumi.

''Pada saat Capitol Hill (Kongres AS) Putih sibuk membicarakan Presiden Saddam Hussein dan ancaman potensial Irak karena bisa menguasai senjata pemusnah massal, kita perlu mencatat bahwa ada objek-objek di luar angkasa yang mungkin mengarah ke Bumi, yang mengandung begitu banyak kekuatan destruktif sehingga membuat Saddam Hussein tampak menjadi faktor tidak berbahaya pada kehidupan kita,'' kata Dana Rohrabacher dari Partai Republik, California, yang menjabat sebagai ketua sidang itu, kepada peserta sidang.

Para pakar astronomi telah lama prihatin atas kerusakan akibat asteroid dan komet. Sejak 1998 NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa AS) telah mengidentifikasi 90 persen dari seluruh NEO - objek-objek berdiameter satu kilometer atau lebih - pada 2008.

Kepala bidang ilmu ruang angkasa NASA, Ed Weiler, mengatakan pada komisi tersebut bahwa para ilmuwan telah mengidentifikasi 619 objek yang diduga asteroid besar dan berbahaya, yang sekitar separo pakar astronomi yakin asteroid-asteroid itu ada di sekitar Bumi.

Jenis asteroid besar tersebut membentur Bumi beberapa kali setiap jutaan tahun, dan ketika itu terjadi, menyebabkan bencana regional.

Sebaliknya, asteroid berdiameter 4,8 kilometer yang disebut penyebab kiamat - seperti diyakini orang telah memusnahkan dinosaurus - membentur Bumi sekali setiap sepuluh juta tahun atau lebih.

Dua Kali Setahun

Salah satu yang menyebabkan kilatan cahaya di atas Mediterania pada Juni lalu, mungkin asteroid berukuran sebesar mobil, dan tidak berbahaya bagi Bumi. Asteroid seperti itu memasuki atmosfir dua kali sebulan.

Namun asteroid-asteroid berukuran berkisar dari 30 meter sampai ratusan meter dapat menyebabkan kerusakan serius, termasuk menimbulkan gelombang kejut yang luar biasa atau tsunami jika asteroid itu jatuh di laut, yang menyebabkan bencana meluas jika tsunami terjadi dekat pantai berpenduduk.

Asteroid berukuran kecil tidak menjadi bagian penelitian NASA, dan Worden berpendapat yang kecil-kecil itu mungkin lebih baik menjadi peran Angkatan Udara AS untuk melacaknya.

Menurutnya, juga penting untuk memberikan peringatan dini mengenai benda-benda angkasa yang memasuki Bumi kepada negara-negara lain yang tidak memiliki teknologi tersebut.

Worden mengatakan, Amerika Serikat negara satu-satunya di dunia yang memiliki kemampuan dalam waktu kurang satu menit untuk menentukan apakah sebuah objek angkasa yang meluncur ke Bumi adalah asteroid atau bom.

Negara itu menghabiskan sekitar empat juta dolar AS (sekitar Rp 36 mi-liar) setahun untuk melacak asteroid dan komet, tapi sangat sedikit strategi yang menjauhkan asteroid dan komet itu dari Bumi, kata para ilmuwan bulan lalu.(rtr-ben-30)
sumber : suaramerdeka.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More